Monday, February 27, 2017

Kanibalisme Seni atau Sensasi?

Jadi,weekend kemarin lagi enak leyeh-leyeh sambil scrolling feeds instagram dan nikmatin hari libur sempet tertegun karena ngeliat postingan salah satu 'men crush' gue di Indonesia. Seorang creativepreneur yang cukup dikenal,dikagumi dan berpengaruh di social media. Yang pada tahun 2016 lalu mendapatkan penghargaan sebagai Social Media Influencer di Singapore.
Ia dan pacarnya yang seorang film director itu memposting beberapa foto di Instagram-nya sedang mengahidiri event di Jakarta dan video yang terlihat ia sedang memainkan jelly berwarna merah darah dan berbentuk janin bayi. Iya janin bayi manusia.
Event yang diadakan oleh seseorang yang menyebut dirinya adalah seorang seninam (dan diamini oleh orang-orang yang mengenalnya bahwa dia nyentrik dan pikirannya yang out of the box) bernama Natasya Gabriella Tontey (@roodkapje) dengan tajuk Makan Mayit (what?????????) ini seniman masih ada sodaraan sama sumanto apa gimana dan diberi judul "A Little Shop of Horror".
Gue bingung entah esensi apa yang di hasilkan dari event tersebut selain sisi kanibalisme dan tabu ini .
Setelah diawali dengan ngeliat postingan mereka itu, gue semakin  kepo sebenernya itu acara apa?


pudding jelly yang dibentuk seperti janin manusia persis dengan merah darah

Setelah mencari tahu lebih dalam gue merasa tertegun dan suasana berasa hening, atmosphere pun berubah yang tadinya gue dengan asik joget sambil dengerin lagu terbaru dari Bruno Mars-Thats What I Like. Spontan gue matiin lagunya karena merasa ingin fokus stalking infonya dan ngerasa enggak habis pikir dengan event #makanmayit yang mengatasnamakan SENI ini.
Bukan cuma bentuk pudding yang menyerupai janin bayi,tapi dengan bangga Natasya ini menulis di Instagramnya bahwa makanan itu bahan bakunya mengandung EKSTRAK CAIRAN ARMPITS KERINGAT KETIAK BAYI & ASI.




Mungkin memang bener apa yang orang-orang pernah bilang. "karya yang paling jujur adalah karya yang berangkat dari kegelisahan.
Nastasya (?) ini juga mungkin berangkat dari hal sama, dia berpikir bahwa manusia memang pada dasarnya adalah seorang kanibal karena meminum ASI. Lalu dia melakukan eksperimen sosial ini untuk memenuhi kepuasan dia terhadap reaksi setiap manusia yang berada disana.
Para ibu mungkin akan marah ketika unborn love itu bukan sekedar 'mainan' apalagi dijadikan menu makanan. Atau simply, jijik aja ngeliatnya.
Seniman ini berkelit bahwa INI SENI. Kalian tidak mengerti arti seni yang sesungguhnya. Tau apa kamu soal seni?

Jangankan dari makanannya, pemilihan namanya pun orang udah berpikiran negatif.
Sederet piring dengan boneka bayi plastik disobek jadi tempat sajian makanan, how it could be? Dimana letak seninya?
Oke, gue bukan seorang seniman yang mengerti filsafat. Gue hanya penikmat seni yang masih sangat awam. Gue belum menjadi seorang ibu,gue hanya seorang wanita at least suatu hari nanti akan menjadi seorang ibu. Begitu juga dengan kamu,Kak Natasya.
Mungkin gue tidak mengerti seutuhnya bagaimana perasaan seorang ibu yang  melihat foto itu. Atau bagaimana perasaan seorang 'seniman itu' yang memang paham akan suatu makna dari sebuah karya.
But hey :)
Did you ever wondering gimana rasanya para ibu atau seorang perempuan yang sudah lama menantikan kehadiran seorang anak,seorang bayi? Atau bahkan seorang perempuan yang baru saja atau pernah mengalami keguguran?

Sebagai seorang wanita bahkan manusia hal semacam ini gue anggap sepeti udah diluar batas kewajaran dan akal sehat, tetep gak masuk di akal waras gue.
Mungkin sang seniman ingin menyampaikan pesan entah apa, entah tema kanibalisme apa yang diusung sang kreator dan entah mungkin kebebasan ekspresi apa yang dijadikan alasan mereka sampai sevulgar ini? Mengapa harus boneka bayi yang dibolongin sebagai piring, pudding fetus , ASI dan keringat ketiak bayi sebagai bahan baku nya
Gue ngebayangin, mereka para penikmat hidangan ini seakan-akan bahagia menjadi kanibal (atau apapun pesan yang seniman itu ingin sampaikan)
OH GOD, like a psycho dan kontroversi ini enggak ada lucu-lucunya.

Bagian lain yang menjadi kekecewan buat gue adalah tanggapan sang influencer, idola gue, seorang pria yang *gue akui* sangat berbakat. Ternyata sangat pro dengan event ini. Ia tetap mengaitkan event ini adalah seni dan membawa kata-kata "begitulah paradigma minimal yang harus dimiliki oleh kita sebagai orang Indonesia agar terus berkarya"
Enggak semata-mata mengatsanamakan seni sampai menyingkirkan norma-norma di bagian bumi yang anda pijak dan tempat anda mengais rejeki tuan.
Common, this is Indonesia not liberal. Even mereka bapaknya bule, emaknya bule,mereka pernah sekolah di luar negri,'keliaran' imajinasi seni mereka udah level paling tinggi. Tapi pada kenyataannya mereka MASIH Warga Negara Indonesia.
Cobalah berpikir kembali dalam menggunakan sosial media,wahai yang kau sebut seniman.
Bukannya karya itu dibuat untuk dinikmati bukan untuk menyakiti?
Apakah semua ini benar-benar seni atau hanya sensai? Untuk menarik perhatian?

-

So,bagaimana menurut kalian? :)


No comments:

Post a Comment